Setelah ditabhiskan menjadi imam, Pastor Yance Yogi ditugaskan oleh Alm. Usukup John Pilip Saklil di Titigi-Intan Jaya, sebuah wilaya baru di Intan Jaya, sebuah tantangan pastoral bagi Pastor Yance di daerah misi baru yang juga rawan konflik, (https://suarapapua.com/2016/10/10/dubes-vatikan-dipastikan-hadiri-tahbisan-diakon-keuskupan-timika/, Senin, 2-11-2021. Pukul. 22:37 wit). Memasuki Desember tahun 2019 konflik picah di Intan Jaya bermula dari dibunuhnya tiga tukang ojek di kampung Pugisiga, dalam waktu dekat terjadi pengerahan pasukan militer gabungan TNI-PORI (https://suarapapua.com/2021/03/29/mengungsi-sejak-desember-2019-8-warga-asal-intan-jaya-meninggal-di-nabire/, Senin, 2-11-2021. Pukul. 22:43 wit). Semua orang menggunsi, Bupati dan jajarannya pun tidak lama bertahan di Intan Jaya, militerisasi hadir bak hujan deras di Intan Jaya, hanya Pater Yance, Pater Yustinus Rahangiar, dan tim pastoral lainnya yang berada di garda depan dan pasan badan demi keselamatan domba gembalaannya.
Keadaan semakin memanas ketika Pendeta Yeremia Zanambani dan Katekis Rufinus Tigau dibunuh oleh aparat gabungan TNI-POLRI (yang hingga hari ini belum ada penyelesaian yang final). Intan Jaya menjadi “Medan Perang” yang memiluhkan, semua aktivis pada awal-awal konflik macet total, tidak ada orang yang berani menginjakakan kaki di Intan Jaya. Intan Jaya menjadi arena perang TPN-OPM versus TNI-POLRI yang dasyat. Semua orang mengunsi ke Gereja dan hutan-hutan, kota tetangga. Kota Intan Jaya “Mati” hingga kini. Banyak korban yang berjatuhan baik kerusakan fasilitas maupun korban jiwa manusia. Banyak pengunsi yang mati sia-sia di tengah hutan . Yang menjadi harapan ialah dan hanyalah pertolongan Tuhan. Pertolongan Tuhan itu sanagat nampak dari kehadilaran Gereja, khususnya Gereja Katolik dan petugas Gereja.
Pastor Yance dan Yustinus mempunyai andil yang besar dalam meredam bara konflik di Intan Jaya. Mereka berhasil memastikan agar umat yang adalah domab gembalaannya tetap kenyang, sehat, dan tidak trauma. Mereka menyeruhkan solidaritas kemanusiaan kepada keuskupan-keuskupan di tanah Papua, dan semua Paroki di bawa Keuskupan Timika. Alhasil banyak juga pihak yang tersentuh memberih sumbangan solidaritas kemanusiaan. Solidaritas kemanuisaan juga datang dari Lembaga-lembaga sosial dan Lembaga kemanuisaan lainnya dengan hadirnya posko-posko bantuan bagi korban kemanusiaan di Intan Jaya dengan Panflet Save Intan Jaya. Pater Yance dan TIM Pastoral lainnya di Intan Jaya tidak lari cari zona nyaman melainkan mereka hadir di tengah-tengah umat, turut mesarakan dan mengalami apa yang dirasakan dan dialami oleh umat. Dalam kasus Intan Jaya peran imam dan tim Pastoral sebagai gembala berbau domba sangat nampak, jargon option for the poor yang menjadi semangat Teologi Pemebebasan sangat terlihat.
Dalam satu peristiwa yang disehringkan sendiri oleh Pater Yance kepada Pater Yanuarius Douw, Rektor Tahun Orientasi Rohani Interdiosesan (TOR) di Nabire pada oktober 2020, kebetulan saat itu Pater Yance sempat mengamankan masyarakat Intan Jaya di Nabire untuk beberapa waktu sebab di Intan Jaya situasi dan kondisinya tidak membaik. Pater Yan Douw meminta kesediaan Pater Yance Yogi untuk menerimakan sakramen tobat kepada para frater di TOR. Dalam selah-selah pertemuan itu Pater Yance berkisah bahwa pada suatu ketika pimpinan TNI-POLRI mendapatkan informasi dari informannya bahwa ada dua kampung terakhir di Intan Jaya yang menjadi banteng TPN-OPM sehingga mesti dibumihanguskan.
Puji Tuhan kabar tersebut cepat sampai ditelinga Pater Yance di Pastoran, akhirnya tanpa pikir Panjang dengan mengenakan Jubah kegembalaannya dan membawa Salib, Pater Yance menuju ke TKP rupanya pasukan TNI-POLRI itu sudah lebih duluh tiba di lokasi penyisiran, di dua kampung tersebut nyaris tidak ada satu pun orang yang bisa berbicara bahasa Indonesia dengan baik dan benar, semua masyarakat tak berdosa itu binggun bagaimana berbicara dengan pasukan militer yang lengkap dengan senjata dan hanya menungu aba-aba dari pimpinan untuk menyisir. Tidak ada guru, mantri, bidan, dan pendeta di dua kampung itu, semuanya sudah mengunsi ke Nabire dan Paniai, yang tinggal hanyalah masyarakat yang buta aksara. Alhasil dalam situasi yang dilematis itu Pater Yance muncul tepat waktu dan menghentikan aparat keamanan yang berencana menyisir dua kampung pocok itu.
Setelah memberihkan penjelasan yang detail kepada pimpinan TNI-POLRI akhirnya masyarakat itu aman. Pimipinan TNI-POLRI percaya bahwa di tangan Pater Yance umatnya akan aman-aman saja. Akhirnya Pater Yance berhasil menyelamatkan nyawa ratusan orang di dua kampung terakhir itu. Akhirnya semua orang di dua kampung itu meminta kepada Pater Yance untuk membaptis mereka ke dalam Gereja Katolik. Sebab sebagai umat yang mayoritas beragama Kristen Protestan mereka merasa Pater Yance merupakan sosok titisan Allah yang diutus oleh Allah sendiri untuk menyelamatkan masyakarat kecil di Intan Jaya, beda dengan pendeta mereka yang pergi entah kemana meninggalkan mereka sendiri (Hasil Diskusi Pater Yance Yogi dan Pater Yanuarius Douw di Nabire tentang pengalaman Pastoral Pater Yance di Tengah Konflik Intan Jaya, pada Rabu, 14 Okotober 2020. Pukul. 16:23 wit, di TOR Jayanti Nabire).
Baca juga:
Kaum Sodom, Sejarah Terulang Kembali
|
Potret kemartiran Pater Yance dan rekan-rekan rohaniwan/ti di Intan Jaya yang sempata terkspoks ialah ketika ia dan Pater Fransiskus Sondegau berhasil menyelamatkan 6 orang pegawai bandara. Potret karya penyelamatan ini langusng viral dan diketahui oleh kalangan luas. Efektivitasnya mendapatkan respek dan respon yang positif dari semua kalangan, khususnya dari Unio Keuskupan Timika dengan Konferensi Pres Genjatan Senjata di Intan Jaya yang disampaikan oleh perwakilan dari 35 imam diosesan keuskupan Timika, yakni Pater Dominikus Hodo sebagai ketua Unio, Pater Agustiunus Elmas, dan Pater Amandus Rahadat kepala Paroki Kateedaral Tiga Raja Timika, (https://www.jawapos.com/jpg-today/31/10/2021/imam-keuskupan-timika-serukan-gencatan-senjata-di-intan-jaya-papua/, Senin, 2-11-2021. Pukul. 23:05 wit).
Solidaritas juga datang dari tokoh awam katolik Intan Jaya yang menyampaikan aspirasi umat Allah kedapa pemerintah Provinsi Papua untuk segera menghentikan konflik senjata di Intan Jaya dan mencabut surat ijin operasi tambang di blok wabu, (https://www.suarafajartimur.com/arsip/2738, Sepuluh Desakan Awam Katolik Menyikapi Konflik Bersenjata Di Papua, Senin, 2-11-2021. Pukul. 23:09 wit). Sebagai bentuk kritikan keras atas sikap Konwerensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan Gereja Katolik Papua, khususnya para Uskupnya yang cenderung diam atas konflik kemanusian di tanah Papua yang terus bergejolak lahir tiga tulisan kritis yang menampar eksistensi suara kegembalaan seorang Uskup Papua yang berjudul judul “Jangan Jadi Judas Iskariot, Gereja Harus Tujunkan Peran Dialogis Untuk Solusi Bermartabad Atas Konflik Bersenjata di Papua, (https://sinarkeadilan.com/jangan-jadi-judas-iskariot-gereja-harus-tunjukkan-peran-dialogis-untuk-solusi-bermartabat-atas-konflik-bersenjata-di-papua, Minggu, 31-10-2021. Pukul. 12:33 wit). Dan dua opininya di Jubi dengan Judul Kritikan Johann Baptist Metz atas peran Gereja dan upaya mengakhiri kekerasan kemanusiaan di Papua, (https://jubi.co.id/384581-2, Minggu, 31-10-2021. Pukul. 12:36 wit). dari seorang imam Agustinian sekaligus Misiolog Gereja asal Papua, yakni Pater Bernardus Bofitwos OSA, Direkktur SKPC OSA Sorong-Papua Barat.
Dari sepengal kisah mengenai kiprah dan passion Pater Yance Yogi dan kawan-kawan dalam meredam bara tragedy kemanusiaan di Intan Jaya di atas, maka dengan sangat terhormat dapat dikatakan bahwa Pater Yance Yogi layak diberihkan penghargaan “Yap Thiam Hien” pada tanggal 10 Desember tepat pada Hari Hak Asasi Manusia Sedunia sebagaimana yang telah diperoleh oleh Pastor John Jongga dan Alm. Pater Neles Kebadabi Tebai dalam upaya menegakan HAM dan perdamaian di tanah Papua. Melihat dan merefleksikan geliat kenabian Pater Yance yang termata berani turun tangan di medan konflik, mengankat mayat TNP-OPM maupun TNI-POLRI hingga jubah putihnya yang suci dan yang sudah diberkati itu berlumuran darah, maka sudah selayaknya perjuangan kenabian Pater Yance Yogi itu mesti diabadiakn dengan penghargaan kemanusiaan yang terhormat pula. Ada beberapa alasan yang mendasar mengapa Pater Yance Yogi mesti dipromosikan oleh Gereja Katolik Indonesia, khususnya Keuskupan Timika untuk mendapatkan “Yap Thiem Hien” pada 10 Desember 2021, sebab:
Pertama, Sangat langka ada imam yang mau turun lapangan di “Medan Perang” dengan tangan kosong selain salib dan jubah putih yang berlumuran darah. Jika Pater Yance mau egois ia bisa saja lari ke keluarganya di Paniai atau duduk manis di dalam Pastoran sambil sesekali melihat umat di luar. Namun apa yang dibuat oleh Pater Yance teramat sangat berani, ia semacam “Kerasukan Roh Allah” selam konflik Intan Jaya. Di mana ada kejadian perang antara TNI-POLRI versus TPN-OPM ia selaluh hadir tepat waktu untuk mengevakkuasi korban dari keuda bela pihak. Bahwa ada roh Allah yang berkarya dalam diri Pater Yance Yogi dan kawan-kawannya di Intan Jaya untuk menyelamatkan umat Allah.
Kedua, refelksi Pater Yance Yogi atas passion-nya sebagai juru selamat selama menangani kasus Intan Jaya mesti diabadikan dalam bentuk Flim, Buku, dan didiskusikan di sekolah-sekolah pengkaderan pemimpin Gereja di tanah Papua lintas semua dedominasi Gereja; SFTF “Fajar Timur”, STPK St. Paulus Waena, STPK TOUYE Awedabi Deiyai, STTF Izak Samuel Kijne Jayapura, STT Otto-Gesler Nabire, dan Lembaga pembinaan calon pemipin lintas Agama lainnya di tanah Papua.
Penulis Siorus Degei, Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura-Papua