Setiap kali tanggal 1 Desember bak lagu lama yang terputar kembali menghiasi persada Nusantara, berita tentang Papua selalu menghiasi kolom-kolom media cetak maupun online. Banyak berita aksi massa, mahasiswa dan rakyat sipil Papua, deklarasi dan proklamasi para petinggi Papua, pengibaran bendera bintang kejora, ibadah Pemulihan tanah dan bangsa Papua, dan pelbagai aksi penuntutan nasip sendiri lainnya di Papua. Pendeknya di kala memasuki Bulan teristimewa dalam habitus kristianitas, Papua sebagai tanah Injil selaluh menyuguhi ragam cerita piluh.
Setiap kali tanggal satu Desember, yang diamini oleh bangsa Papua sebagai hari kemerdekaannya melalui manifesto politik pada tahun 1961, selalu ada peristiwa-peristiwa hebat di Papua yang mengentarkan. Hari ini, Rabu, 1 Desember 2021 Papua kembali mewartakan kabar kebenaran melalui aksi long Marc dan pengibaran Bendera Bintang Kejora.
Kronologis Pengibaran Bendera Bintang Kejora Di Gor Jayapura
Urgent, Bintang Kejora Berkibar di Gedung Olahraga Cenderawasih Jayapura, Papua, Rabu, 01 Desember 2021. 7 Orang Mahasiswa Ditangkap di Kota Jayapura, saat Memperingati HUT ke-60 Bangsa Papua, 01 Desember 01 Desember 1961 - 01 Desember 2021. Aksi Long March Memperingati Hari Kemerdekaan Bangsa Papua, ke - 60: 01 Desember 1961 - 01 Desember 2021. Jayapura Kota, 01 Desember 2021, Jam: 12.45 Waktu Papua.
Baca juga:
Kejora Hingga Akhir
|
Enam Orang Papua dan Mahasiswa Papua melakukan Aksi Long March Memperingati Hari Nasional Bangsa Papua ke - 60, bertempat di Jayapura Kota. Aksi Long March mulai perarakqn dari Gedung Olahraga Jayapura menuju Markas Komando Kepolisian Daerah Papua. Sambil pamfet bertuliskan; Self Determination for West Papua, Welcoming UN High Commisioner for Human Right to West Papua, Stop Militerisme in West Papua. Dan juga membawa: Pamfet Bendera Bintang Kejora. Berikut nama-nama Pemuda dan Mahasiswa Papua: Devio Tekege, Ernest Matuan, Luis Sitok, Maksi You, Ambros Matuan, Malvin Yobe , Zode Hilapok, pada Jam: 13.04 Waktu Papua.
Kepolisian Indonesia melakukan Penangkapan terhadap 6 Mahasiswa dan Pemuda di depan Makopolda Papua. Saat ini 6 Orang Mahasiswa dan Pemuda berada di Polda Papua. Mohon Pantauan Advokasi. Pelapor: Chris Dogopia, (https://jubi.co.id/enam-pemuda-ditahan-usai-kibarkan-bendera-bintang-kejora-di-gor-cenderawasih/, Rabu, 1 Desember 2021, Jam. 15: 54 WIT). Para mahasiswa ini sangat membutuhkan advokasi dari Komnas HAM Papua, Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH) dan lembaga advokasi hukum lainnya.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Apa Masalahnya? Sebuah Iktihar Di Balik Pengibaran Bendera Bintang Kejora
Jika ditanya mengapa walaupun Papua getol diklaim oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), selalu saja eksistensi nasionalisme Free West Papua nampak jelas, terlebih menjelang tanggal 1 Desember?
Baca juga:
Mang Udin: Soal Anies Baswedan
|
Pertama, prihal tanggal satu Desember yang diklaim oleh seluruh orang asli Papua sebagai hari kemerdekaannya, rupanya ideologi ini tidak lahir begitu saja, melainkan sebuah kebenaran ultim yang tidak dapat didiskusikan lagi. Markus, Direktur Eksekutif United Liberation Movement For West Papua, mengatakan bahwa inisiasi kemerdekaan tersebut lahir dari manifesto politik yang dibuat oleh Anggota Komite Nasional yang terdiri dari Nicholaas Jouwe, E.J. Bonay, Nicholaas Tanggahma, dan F. Torey, pada 19 Oktober 1961. Dalam manifesto tersebut, Komite Nasional mendesak pemerintahan Belanda memberikan hak bagi Papua untuk berdiri sendiri sebagai bangsa merdeka. Selain itu, Komite Nasional juga telah menetapkan bahwasanya nama Papua Barat nantinya akan digunakan setelah mendapatkan kemerdekaan dari Pemerintahan Belanda. Untuk masyarakatnya sendiri, (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211130140721-20-727937/1-desember-sejarah-pengakuan-papua-yang-dicap-hut-opm, Rabu, 1 Desember 2021, Jam. 15:55 WIT).
Kedua, Bintang Fajar Berkibar di GOR Cenderawasih Jayapura 01 Desember 2021, di hari Kunjungan Panglima TNI Andika Perkasa, yang mau datang tawarkan Solusi Palsu NKRI di West Papua, ( https://news.detik.com/berita/d-5823851/andika-perkasa-kunjungi-papua-pekan-depan-jelaskan-penanganan-kkb, Rabu, 1 Desember 2021, Jam. 16:17 WIT). Pengibaran bendera Bintang Fajar membuktikan bahwa yang diperjuangkan Rakyat Papua adalah Pengakuan Kemerdekaan West Papua, 01 Desember 1961 - 01 Desember 2021.
Ketiga, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2009 telah melakukan riset atas konflik Papua-Jakarta atau Jakarta-Papua, dan telah membabak 4 akar masalah di Papua, yakni kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, kekerasan negara dan tuduhan pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik wilayah Papua, (http://lipi.go.id/berita/single/Riset-LIPI-Empat-Akar-Masalah-Konflik-Papua/5818, Rabu, 1 Desember 2021, Jam. 16: 25 WIT).
Pilar Sikap Jakarta Ke Papua Mesti Realistis
Jadi dari aksi di Gor Cenderawasih, di Timor-Leste, Jawa Tengah (Semarang), Surabaya, dan wilayah lainnya yang hari ini nuansa Bintang Kejora, syair syahadu religi “Hai Tanahku Papua”, dan tradisi peringatan Hari Ulang Tahun Papua lainnya menggema haru, pertama-tama dan sejatinya merupakan manifestasi dari tuntutan rakyat Papua kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden, Panglima TNI Andika Prakasa, Listo Sigit Prabowo, Mafud MD, Luhut Binsar Panjaitan, dan entek-entek Kolonial lokal, nasional, dan internasional lainnya untuk tidak ‘Babigun’ mencari solusi penyelesaian konflik Papua. Sebab rakyat Papua hanya penyelesaian konflik berkepanjangan di Papua sedari Aneksasi 1962 hingga hari ini. Itulah solusi utama dan terutama untuk menghasilkan Perdamaian di Papua.
Bahwa rakyat Papua hanya mau aspirasi-aspirasi yang mereka sampaikan dalam setiap dan semua aksi yang ditunjukkan dengan pengibaran bendera bintang Kejora di-followup dan di-Callback oleh pemerintah sebagai penjamin kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka pemerintah tinggal jawab saja apa yang disampaikan oleh rakyat, bukan menacari pola penyelesaian lain, sebab rakyat Papua yang tetap konsisten pada tuntutannya yaitu dihargai harkat dan martabatnya di atas tanah leluhurnya.
Jakarta, dalam hal ini mesti sadar, bijak dan dewasa menyikapi bahwa orang Papua tetap konsisten dengan tuntutannya selama 60 tahun, ini bukan waktu yang senggang. Ada tiga hal ideal yang hemat penulis dapat menjadi pondasi sikap Jakarta ke Papua, bukan Rasisime dan Militerisme, agar semua aspirasi rakyat Papua, semisal Mendesak Kunjungan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (KT. HAM PBB), Tolak Otsus Jilid Dua, Tolak Pemekaran/DOB, Tarik Militer Organik maupun Anorganik, dan Reffrendum, yakni;
Pertama, Permerintah mesti menempuh jalur Dialog Damai yang telah dirintis oleh Alm. Pastor Neles Kebadabi Tabai, dan sahabat karibnya Alm. Dr. Muriddan Widjojo. Dalam artian pelibatan Jaringan Damai Papua (JDP) dengan Pastor John Bunai sebagai Koordinator dan Jaringan Damai Jakarta dengan Ibu Adriana Elisabeth sebagai Koordinator. Di sini Dialog internal Papua mesti dilaksanakan sebagai upaya penyamaian persepsi Papua menuju dialog Jakarta-Papua.
Kedua, Sebagaimana usulan Pastor Neles sendiri pada 2017 di mana ia ditunjuk untuk menjadi moderator Dialog Jakarta-Papua oleh Presiden Jokowi, bahwa isu Standing Position, yakni Persoalan Papua Merdeka Harga Mati dan NKRI Harga Mati di percayakan kepada mekanisme PBB, jadi Sektor Politik, Pater Neles merekomendasikan Jakarta untuk mendialogkan itu bersama ULMWP sebagai delegasi rakyat Papua di kancah perpolitikan internasional, hal ini sesuai dengan seruan 194 imam pribumi Papua, pada Kamis, 11 November 2021, di Aula Paroki Terang Dunia Waena, (https://jubi.co.id/194-imam-katolik-serukan-gencatan-senjata-di-papua/, Rabu, 1 Desember 2021, Jam. 16: 41 WIT).
Ketiga, Jaringan Damai Papua sebagai corong pengawal terealisasinya Dialog Jakarta-Papua, akan lebih komplit lagi target pemenuhan kepentingan semua pihak dan perdamaian semua orang itu terjadi, jika Jaringan Doa Rekonsiliasi Untuk Pemulihan Papua (JDRP2) dijadikan patner yang paralel, di mana agenda penting JDRP2, yakni Aksi Doa-Puasa Serentak Dari Sorong Sampai Samarai Pada Bulan Juni dan Juli 2022 didukung, didorong, dan didesak oleh semua pihak yang berkepentingan “Papua Tanah Damai” atau “Negara Suci Papua”. Kurang lebih demikian resolusi konflik Papua strategis, subtantif, dan realistis atas konflik berkepanjangan Jakarta-Papua, sekaligus pondasi sikap yang ideal bagi Pemerintah Pusat.
Penulis Siorus Degei, Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura-Papua.