Pasca kepergian Dr. Neles Kebadabi Tebai (Baca. Neles) konflik di Papua mulai pecah secara marathon. Serupa sebuah rumah yang diporak-porandakan oleh binatan buas dan dijarah oleh pencuri lantaran rumah tersebut tak berpagar dan tidak memiliki security. Pulau Papua juga pasca kepergian Neles mulai merebak konflik-konflik raksasa. Kita sebut saja Rasisme terhadap Mahasiawa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019 yang menyebabkan amukan massa di seluruh di Papua. Dua kota besar, yakni Manokwari dan Jayapura menjadi ruang amukan massa yang heboh, (https://www.tribunnews.com/regional/2019/08/29/terbaru-kasus-rasisme-mahasiswa-papua-di-surabaya-peran-tri-susanti-yang-membuatnya-jadi-tersangka, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:14 wit). Syukurlah sebab kasus ini bisa redah, walau proses peradilannya cukup cacat.
Bahkan jauh setelah proses penyelesaian, Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat, Sdr. Victor Yeimo, ditangkap oleh Satgas Nemangkawi sebagai aktor di balik kerusuhan dalam aksi tolak rasisme di Jayapura (https://nasional.okezone.com/read/2021/05/09/337/2408133/kronologi-penangkapan-viktor-yeimo-dalang-kerusuhan-papua-2019, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:16 wit). Selain itu muncul juga rentetan tragedi kemanusiaan, semisal kasus Maybrat, kasus Kiwirok, kasus Ndugama, kasus Intan Jaya, kasus Yahukimo, kasus Puncak Jaya, dan tragedi lainnya. Jika kita berkaca pada pengalaman Papua sebelum meninggalnya Neles, sangat jarang sekali terjadi kasus-kasus besar seperti di muka, sekalipun ada pasti kasus tersebut cepat diusust tuntas oleh lembaga indenpenden, walau selaluh nihil ketika sampai dihadapan Kementrian Politik Hukum dan HAM RI, semisal tujuh pelanggaraan HAM berat di Papua; Tragedi Wamena 2001, Kasus Wasior Juni 2001, Peristiwa Wamena April 2003, Tragedi UNCEN Maret 2006, Tragedi Paniai Desember 2014, Aksi Tolak Rasis 2019, dan Pembunuhan Pdt. Yeremia Zanambani (https://nasional.tempo.co/read/1433982/konflik-senjata-di-papua-belum-tuntas-ini-7-kasus-besarnya, Senin, 08-11-2021. Pikul. 14:19 wit). Namun begitulah, Neles merupakan pagar bagi kedamaian Papua yang berhasil diruntukan oleh kejahatan dan kekerasan. Maka pada tahap seperti inilah, di mana Papua terus bergejolak kita rindu suara-suara Neles yang selaluh mempropagandakan perdamaian di surat-surat kabar baik lokal, nasional, bahkan internasional, juga melaui komentar-komentar di Pax Cristi, seminar, diskusi, dan sarana kampanye damai lainnya.
Baca juga:
Pengertian Blog, Struktur Umum dan Jenisnya
|
Siapa itu Neles? Ia adalah Imam projo Keuskupan Jayapura yang telah menyelesaikan doktoralnya dalam bidang Misisologi di Universitas Urbaniana Vatikan-Roma pada 21 Maret 2006 dengan disertasi doktoralnya yang berjudul: “The Reconciling Mision Of the Church in West Papua in the Light of Reconciling et Paenitentiae” atau “Misi Perdamaian Gereja di Papua Barat dalam Terang Pengampunan dan Penitensi”. Dipresentasikan dihadapan tiga penguji, masing-masing: Prof. Gianfransesco, Prof. Paul Stefen dan Prof. Benedic Canacappally. Neles adalah Doktor Pertama Imam Asli Papua dalam Gereja Katolik Roma. Istilah kata ‘Kebadabi’ artinya: orang yang membuka jalan atau orang yang merintis jalan. Nama ini berasal dari dan diberikana oleh Suku Mee pada perayaan pentahbisan imamatnya di Paroki St. Yohanes Pemandi Wagethe, pada tahun 1992.
Menurut Pater Neles sendiri saat ditahbiskan menjadi serorang imam saat itu tidak ada ayat Kitab Suci yang menginspirasi dan menjadi motto tahbisan sebagaiman biasanya, namun nama adat ‘Kebadabi’ yang diberihkan oleh keluarga itulah yang menjadi spirit dan motto imamatnya. Dan memang hal ini sangat nampak dalam kehidupan imamatnya, di mana ia tercatat sebagai imam pertama dari Papua yang studi di Filipina dan Roma, dan setelah beliau mulai mengalir imam-imam Papua lainnya yang berstudi di Filipina, Roma, dan belahan dunia lainnya. Selain itu spitualitas nama ‘Kebadabi’ ini pun nampak dalam perjuangannya menciptakan perdamaian di Dunia, khususnya antara pihak Jakarta-Papua melalui “Dialog Damai” demi kepentingan kedua bela pihak dan demi perdamaian semua orang. Dan walau mengalami dan mengumuli maju-mundurnya perjuangan akhirnya Dialog Damai itu hingga hari ini menjadi win-win solution yang bermartabad, (https://www.youtube.com/watch?v=b4BNB7n9APQ, Si Pembuka Jalan; Pater Dr. Neles Kebadabi Tebai, Pr, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:29 wit). Neles meninggal di usia 55 tahun di Rumah Sakit St. Carolus Jakarta pada hari Minggu, 14 April 2019, Pukul. 12: 13 wib. Ironinya Dialog wasiat Sang ‘Kebadabi‘ itu belum juga terealisasi hingga hari ini, (https://id.wikipedia.org/wiki/Neles_Tebay, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:25 wit).
Selepas kepergian Neles, maka semua seakan-akan galau dan sulit move on, terlebih orang-orang dekatnya. Sosok serupa Neles dianggap langka dan butuh seleksi alam yang cukup lama untuk melahirkan sosok-sosok seperti beliau. Neles merupakan seorang cendekiawan terbaik yang dimilikin oleh Indonesia, dengan bangga dan terhormat beliau dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh nasioanl seperti Mgr. Soejigja Pranata, Romo Manggun Wijaya, Romo Nicolaus Driyarkara, Gusdur, Nurcolis Majid, dan lainnya yang dharma-bahktinya membumi. Namun sebenarnya upaya untuk melahirkan Neles-Neles baru tidak tertutup, (https://penakatolik.com/2019/04/15/indonesia-kehilangan-imam-intelektual-brilian-inspiratif-dan-putra-terbaik-papua/, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:36 wit). Ada banyak hal bisa dioptimalkan demi melahirkan Neles-Neles baru. Perluh diketahui bahwa untuk menjadi Neles tidak perluh generasi diwajibkan untuk berbondong-bonodng masuk Seminari dan ditahbiskanmenjadi imam. Namun apa yang menjadi roh atau spirit yang khas Neles itulah yang mesti dianut oleh setiap pribadi yang menjadi Neles-Neles Lain atau Alter Nelesian, yakni semangat literasinya yang konsisten; membaca, berdiskusi, menulis, dan eksekuisi/aplikasi.
Pertama, Neles Sebagai “Manusia Buku”. Neles bukan saja “Kutu Buku” melainkan “Manusia Buku” mengapa demikian? Sebab selama hidupnya khususnya masa-masa studinya di STFT “Fajar Timur”, Filipina, Roma, dan bahkan selama berkarya di Papua Neles tidak dapat dilepaskan dari buku, buku dan Neles bak Sepasang Sayap Cenderawasi. Sejak Mahasiswa ia dikenal sebagai “Orang Kamar” yaitu sosok yang selaluh tekun berada dalam kamar untuk belajar, belajar, dan belajar; membaca dan membedah buku. Bahkan di kamar tidur sejak Mahasiswa hiingga bertugas di STFT “Fajar Timur” hampir semuanya terlihat bak lautan buku, Gudang buku-buku ‘emas’. Disetiap sudut kamar selaluh eksis tumpukan buku/perpus mini, tempat tidur tidak besar, hanya berukuran satu badan, sisahnya hanya buku-buku. Sehingga tidak heran ia dieknal sebagai intelektual terkemuka dari Papua, sebab seluruh hidupnya ia habiskan bersama buku, ialah “Manusia Buku” dari Papua, (https://mediaindonesia.com/weekend/267712/mengenang-sang-sahabat-neles-tebay, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:39 wit).
Kedua, Neles Sebagai “Manusia Dialog”. Selain giat membaca buku, Neles juga giat berdiskusi, hal ini sangat terlihat jelas dari upayanya mendorong Dialog Jakarta-Papau yang mana menegaskan bahwa Neles merupakan sosok yang menujungjun tinggi nilai-nilai komunikasi, diskursus, dialketika dan muswara mufakat. Neles percaya tidak ada persolan atau masalah yang bisa diselesaikan dengan kekerasan dan peperangan, sebab itu hanya akan melahirkan kekerasan-kekerasan baru lagi, sebaliknya semua masalah dan persoalan dapat diselesaikan dan dicarikan jalan keluar terbaik secara damai hanya melalui sebuah diskusi atau dialog damai. Oleh karena itu sejak 2009 Neles mendirikan Jaringan Damai Papua dan memperjuangankan dialog damai antara Jakarta-Papua yang memliki masalah bubuyutan. Selain itu Pater Neles juga sering dimintai oleh kalangan luas sebagai Pemnicara/Speakers pada berbagai seminar, diskusi, kuliah, dan sarasehan lintas Agama, Universitas, Kesukupan, ELSHAM, Pemerintah, dan lain-lain. Ia juga vokal dalam komentar-komentar kemanusian dan perdamaian di Asia-Pasifik melalui Pax Cristi. Namun sayang Dialog ini belum juga terealisasi, seakan tersekam dalam jalan sunyi, (https://tirto.id/kepergian-neles-tebay-jalur-dialog-jakarta-papua-yang-jadi-sunyi-gcll, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:42 wit).
Ketiga, Neles Sebagai “Manusia Pena dan Kertas”. Neles juga dikenal sebagai seorang penulis hebat yang aktif dan produktif dengan ide-ide birliant. Apa yang telah ia baca dan diskusikan ia tuangkan dalam tuliasan-tulisan baik itu dalam rupa buku, jurnal ilmiah, dan artikel-opini, dan refleksi ilmiah di media-media cetak dan online mulai dari tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional. Dalam sehari Neles bisa mengahasilkan dua sampai tiga tulisam yang ia sahre ke publik, bahkan berdasarkan kesaksian Jammes Modouw, Putra Asli Papua pertama yang berhasil menakluhkan gelar Sarajan di Osford University Amerika Serikat, bahwa tulisan-tulisan Neles sering ia jumpai di Majalah Osford University. Neles adalah orang yang menjelajahi dunia dari dalam kamar. Dalam kunjungannya ke STFT “Fajar Timur” pada Oktober 2019 Alm. John Pilip Saklili sambil melihat makam Pater Neles sempat berceletu Nai Ko Cepat Sekali Pergi, Padahal Ko Tu Dari Mahasiswa Sampai Imam Tu Tra Pernah Jalan Sembarang Bikin Kacau, Hanya Tinggal Ta Dudu Dalam Kamar Saja, Tong Yang Waktu Itu Kepala Batu Ba Jalan Sembarang Saja Masih Hidup dan Sehat-Sehat Saja, Sayang Nai Selamat Beristirahat Dalam Damai Tuhan. Rupanya kalimat Bapa Tungku Api Kehidupan Bangsa Papua itu pun merupakan kata terakhir kepada Neles sahabatnya. Kumpulan tulisan Pater Neles yang dimuat dalam surat-surat kabar nasional maupun telah dibukukan oleh Institut Dialog Antar-Imam di Indonesia atau Interfidei sebanyak tiga buku; Pertama Angkat Pena Untuk Dialog Papua: Kumpulan Artikel Opini Tentang Dialog Jakarta-Papua Tahun 2001-2011, terbit 2013. Kedua buku, Bersama-Sama Mencari Solusi Untuk Papua Damai: Bunga Rampai Dialog Dan Perdamaian Papua Tahun 2013-2017, terbit 2013. Dan buku ketiga yang diprakarsai oleh Interfidei sendiri yakni, 100 Orang Indonesia Angkat Pena Demi Dialog Papua, terbit 2013, merupakan salah satu wujud ekspresi orang Indonesia, dari Aceh sampai Papua yang bersolider atas penderitaan panjang orang Papua karena lilitan kekerasan, stigma, dan berbagai bentuk intimidasi yang tidak habis-habisnya hingga kini. Selain itu ada juga buku pertama Neles terkait Dialog Jakarta-Papua yang diterbitkan oleh SKPC Jayapura pada 2009, yakni Dialog Jakarta-Papua: Sebuah Perspektif Papua. Buku-buku tersebut tapi juga tulisan-tulisan Neles di berbagai media besar menunjukkan bahwa Neles merupakan seorang penulis cemerlang dari Papua dengan ide birliant yang langka.
Keempat, Neles Sebagai “Eksekutor Bonune Commune”. Perjuangan Neles tidak purna hanya dengan menulis buku terkait Dialog dan Perdamaian di Papua namun lebih dari itu ia juga turut merealisasikan konsep dialog itu dalam realitas kehindupan dengan getol memperjuangankan terselenggaranya Dialog Damai Antara Jakarta-Papua. Maka langkah-langkah konkrit yang ia tempuh ialah mendekati, membuat percaya, menyamakan persepsi terkait dialog, dan mempertemukan pihak-pihak yang menjadi aktor dalam Dialog. Ia juga mengadakan sosialisasi, seminar dan diskusi lintas Agama, Perguruang Tingga, ELSHAM, hingga ditingkat masyarakat akar rumput. Pendeknya demi mewujudkan “Papua Tanah Damai” Neles menempuh beragam meteode, cara, dan strategi. Dan puji Tuhan kata Dialog sendiri akhirnya keluar dari mulut Presiden SBY, Neles dipilih sebagai Mediator dari Papua dan Alm. Dr. Muriddan Widjojo, Peneliti Senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekaligus Editor buku Papua Road Map (2009) ditunjuk oleh Presiden SBY sebagai mediator dari pihak Jakarta. Kedua pejuang perdamaian yang langka di Indonesia ini menempuh beragam cara guna membujuk pihak-pihak yang menjadi aktor konflik Jakarta-Papua untuk berdialog bersama secara damai. Namun sangat disanyangkan sebleum cita-cita mulia dua Nabi Perdamaian ini terwujud Tuhan lebih dulu memanggil mereka. Alhasil hingga detik ini Dialog masih tergantung menjadi wacana dan rencana. Sehingga Dialog mesti menjadi fokus perjuangan semua pihak demi “Papua Tanah Damai”, (https://www.katolikana.com/2020/11/05/meneladani-karya-perdamaian-pastor-neles-tebay-sang-penjaga-damai-di-tanah-papua/, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:45 wit).
Jadi empat kekahasan Neles di muka mau menjawab pertanyaan Siapa Itu Pater Dr. Neles Kebadabi Tebai? Beliau adalah “Manusia Buku”, “ Manusia Dialog Damai”, “Manusia Pena dan Kertas” dan “Eksekutor Bonune Commune “ Singgatnya Neles merupakan Imam, Nabi, dan ‘Tonawi' Perdamaian. Berikut beberapa upaya agar semangat literasi Neles ini menjadi ‘Rahim’ untuk melahirkan Neles-Neles Baru di Papua.Pertama, perluh ada lapak baca, taman baca, barak literasi, dan tempat-tempat baca lainnya di tujuh wilaya adat Papua, mulai dari Kampung hingga Provinsi yang diperuntukan bagi khalayak umum. Hal ini bisa diperhatikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua, juga Kepala Perpustakaan Pemerintah Provinsi Papua dan Lembaga-lembaga Sawdaya Masyarakat lainnya. Syukulah sebab telah terbentuk Komunitas Sastra Papua atau KOSAPA pada tahun 2009 yang didirikan oleh Sdr. Hengky Yeimo, pimpinan redaksi Suara Meepago, dan kawan-kawannya, (https://id.wikipedia.org/wiki/Komunitas_Sastra_Papua, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:48 wit), dan Gerakan Papua Mengajar (GMP) yang digagas oleh Sdr. Agsutinus Kadepa dan kawan-kawan, (https://belajarapapun.com/gerakan-papua-mengajar-secercah-harapan-di-tanah-papua/, Senin, 08-11-2021. Pukul. 14:50 wit) dan komunitas literasi sipil lainnya. Komunitas semacam ini bisa dijadikan patner Pemerintah dan komunitas swasta dalam menyalahkan api literasi di Papua secara utuh, penuh, dan menyeluruh.
Kedua, selain sebagai tempat baca, tempat-tempat itu pun dapat dijadikan sebagai tempat diskusi semacam Indonesia Lawers Club. Di mana apa yang telah pengunjung baca bisa didiskusikan secara langsung dengan elegant tanpa aturan yang ketat. Singkatnya selain sebagai habitat baca, tempat-tempat itu pun dapat menjadi habitat diskusi.Ketiga, Pemerintah Provinsi Papua, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Biro Perpustakaan Daerah, juga Komunitas Swasta Lainnya, bisa menggandeng komunitas NER WRITING yang digagas oleh seorang Penulis Muda Asli Papua, Nunias Selegani, yang mencita-citakan lahirnya 100 orang penulis muda asli Papua pada 2022, (https://m.facebook.com/groups/327110385182166?bac=MTYwNTUyODA2MDozNjQ5OTk0MTEzOTMyNjM6MzY0OTk5NDExMzkzMjYzLDAsMDoyMDpLdz09&multi_permalinks, Senin, 08-11-2021. Pukul. 15:19 wit). Hal ini bisa ditempuh sebagai peluang untuk melahirkan penulis-penulis hebat sebagaimana Neles.
Keempat, perluh ada ruang di mana ide-ide cemerlang yang telah dituangkan oleh para penulis muda Papua itu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Agar kaum muda kita tidak saja dilatih untuk menjadi “Manusia Buku” “Orator Handal” dan “Penulis Briliant” namun mereka juga mampu menjadi “Eksekutor Bonum Comune” atau orang yang mewujudkan karsa dalam karya, orang yang menyatakan iman dalam tindakan. Tidak harus PNS, Guru, Dokter, Dosen, dan lainnya yang lazim selama ini, namun bagaimana mereka tampil mengharumkan nama Papua dengan talenta yang telah dianugrahkan oleh Tuhan.
Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan reflektif tapi juga kritis, miris dan ironis seperti, adakah sosok-sosok yang menyerupai Dr. Neles Tebay di Papua? Siapakah Sosok Neles Tebay yang lain di Papua? Kita bisa menjawab sejatinya semua orang adalah Neles bila mulai detik ini empat buah manis dari pohon kehidupan Neles, yakni Membaca, Berdiskusi, Menulis, dan Eksekusi/Aplikasi dijadikan sebagai habitus baru dalam diri. Hanya dengan jalan mengikuti teladan hidup Neles saja sedikit-banyaknya kita mampu menjadi Neles-Neles ‘Baru’. Tidak harus masuk Katolik, dibaptis, atau menjadi imam untuk menyerupai Neles, cukup semangat literasi yang telah ia tunjukkan itu yang diteruskan, terlebih khusus oleh generasi milenial Papua.
Penulis: Siorus Degei, Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura-Papua