Auki Tekege Sebagai Penawar Krisis Kepemimpinan di Papua 

    Auki Tekege Sebagai Penawar Krisis Kepemimpinan di Papua 
    Keterangan gambar: Auki Tekege, Pembawa Terang Bagi Masyarakat Koteka, Foto dari dr. Bijlmer 1 Januari 1936

    Walau jaman telah berganti hingga kini beranjak pada era Post-Modren dirasa bahwa teladan dari sosok Auki Tekege, khsusnya tiga falsafah hidupnya sebagai Bedoubainawi atau seorang pemburu, yakni Eubai (Mencari), Edou (Menemukan), dan Omei (Membawah), (Biru Kira, Bergerak, 2018, hlm. 97) ini bisa menjadi metode dalam rangka menangulangi krisis kepemimpinan di Papua. Namun sebelum itu kira-kira di mana letak kekrisisan kepemimpinan di Papua beberapa tahun terakhir ini?

     Pertama, Bara Aneksasi dan Integrasi Papua yang berlanusng penuh manipulative dari elit lokal, nasional, dan internasional yang terbagi menjadi tiga tahap, yakni Aneksasi Tahap Awal (1961-1969), Tahap Kedua “Otonmi Daerah” (Otda) jilid I (1969-2001), dan Tahap Ketiga “Otonomi Khusus” (Otsus) II Jilid (2001-hingga kini), (Bobii, Bergulat, hlm.v).

    Kedua, Pekan Olaragah Nasional yang ke-XX di Papua, dimana saat perhelatannya dimulai, bahkan sebelumnya di beberapa wilayah Papua terjadi krisis kemanusiaan yang luar biasa menyedihkan, semisal tragedi kemanusiaan di Ndugama, Intan Jaya, Maybrat, dan Kiwirok, Yahukimo, dan Puncak Jaya, yang mana kerugiaannya bila diakumulasikan berkisar pada meninggalnya 300 jiwa dan menggunsinya 5000 jiwa ( https://jubi.co.id/sorakpatok-300-tewas-dan-50-ribu-warga-papua-mengungsi/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:19 wit) tanpa ada perhatian dari pimpinan Negara dan Provinsi. Maklum di balik perehelatan PON XX terselubung kepentingan elit local, nasional, dan internasional yang tidak sehat dan mengorbankan rakyat kecil (PON XX 2020; Bayang-bayang Kepentingan Elit Lokal, Nasional dan Internasional di West Papua.pdf, hlm. 8, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:34 wit).

    Ketiga, Pembangunan Konstruksi Smelter yang diskrimintaif terhadap orang asli Papua, (https://fnn.co.id/2021/11/10/smelter-di-jawa-timur-tirani-mengkristal/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:39 wit), usai PON XX selang beberapa hari kita semua digegerkan dengan berita Persmian Kontruksi Smelter terbesar di dunia bagi perusahan Freeport di Gresik-Jawa Timur oleh Presiden RI Ir. Joko Widodo. Dari sini barulah kita paham bahwa PON XX merupakan strategi Pemerintah Pusat untuk mengalihkan opini publik Papua, terlebih mengalihkan fokus para pemikir kritis di Papua untuk tidak menggangu iktihar pembagunan Smelter tersebut. Lantas apa yang didapatkan oleh orang asli? 

    Yang mereka dapat ialah operasi militer, mengungsi dari Kampung Halaman sendiri, dan menjadi korban kontak tembak antara TNI-POLRI versus TNPB-OPM, sebut saja dua orang anak kecil yang ditembak di Intan Jaya sehingga satu diantaranya atas nama Nopelius Sondegau (2thn) tewas, (https://suarapapua.com/2021/10/26/dua-anak-tertembak-dalam-kontak-tembak-tni-polri-dan-tpnpb-di-intan-jaya/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:43 wit) juga penembakkan terhadap Ibu Agustina Ondou (21) di Kampung Mamba Intan Jaya (https://suarapapua.com/2021/11/09/breaking-news-seorang-mama-ditembak-di-kampung-mamba-intan-jaya/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:44 wit). Serta wafatnya seorang anak kecil di Maybrat akibat sakit di tempat pengungsian Maybrat, (https://jubi.co.id/seorang-anak-pengungsi-maybrat-meninggal-di-pengungsian/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:46 wit). Bagaimana kelanjutan dari kasus-kasus ini? belum ada tanda-tanda hukum diteggakkan untuk para korban itu, malah dengan gampangnya pihak pelaku, yakni TNI-POLRI meminta maaf, (https://suarapapua.com/2021/11/11/mengakui-bahwa-aparat-tembak-mama-agustina-kapolres-intan-jaya-minta-maaf/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:49 wit), seakan-akan yang meninggal itu hewan, padahalkan rakyat, terutama keluarga korban butuh keadilan, dimana hukum ditegakkan dan pelaku dihukum sesuai ketentuan hukum yang ada, (https://suarapapua.com/2017/08/04/kapolda-papua-minta-maaf-kadepa-rakyat-butuh-ungkap-pelaku-dan-proses-hukum-bukan-minta-maaf/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 9:52 wit), sebab permintaan maaf saja tidak cukup, rakyat butuh keadilan.

     Paling kurang kita membutuhkan sosok pemimpin seperti Auki Tekege yang berhasil memburu, menemukan, dan membawa terang Injil dari Pantai Selatan dan menegakkan perabadan Suku Bangsa Koteka di tengah krisis kemanusiaan seperti hari ini. Di tengah problematika kemanusiaan yang menimpah manusia Papua, bisakah Gubernur, Wali Kota, Bupati, DPRP, MRP, DPR, dan Pejabat lainnya bisa mencari solusi atas masalah, menemukannya, dan menegakkannya di tanah Papua sebagaimana teladan Auki Tekege?

    Eubaii Sebagai Etikat Memburu ‘Eudamonia’

    Visi dan Misi seorang pemimpin mesti menggambarkan upaya untuk menciptakan kebahagiaan sejati umat manuisia atau yang dalam kamus filosofis Plato 427 SM - 437 SM       disebut sebagai Eudamonia, https://id.wikipedia.org/wiki/Eudaimonisme#:~:text=Sama%20seperti%20gurunya%20Sokrates%2C%20Plato, dituntut%20juga%20negara%20yang%20baik, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 10:03 wit. Bahwa tujuan dari sebuah negara yang baik ialah Eudamonia, yakni kebahgiaan sejati seluruh umat manusia, atau Bonum Commune (kebaikan bersama), di Indonesia sendiri tujuan dari roda pemerintah ialah keadilan Sosial yang tertera di Sila Kelima Pancasila juga yang dijabarkan dalam  alinea keempat Mukahdima UUD 1945. Maka orientasi kepemimpinan mesti tertuju pada cita-cita pemenuhan kebaikan bersama, bahwa yang mesti menjadi tujuan seorang pemimpin ialah penegakkan keadilan, kebenaran, dan perdamaian sejati. Oleh karena itu dibutuhkan kecakapan untuk memahami suka dan duka rakyat, terlebih mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir atau option for the poor, berpihak pada yang miskin. Singkatnya seorang pemimpin tampil sebagai pemburu yang memburuh kebahagiaan universal.

    Edou Sebagai Ketajaman Option For The Poor

    Seorang pemimpin itu sekurang-kurangnya cakap memahami, mendalami, mengumuli, dan mengalami segala suka dan duka rakyat pimpinannya. Dengan begini maka terang fajar budi dan hati nurani akan terbuka dan terhasrat untuk mewujudkan semua kerinduan hakiki dari rakyatnya. Singkatnya menjadi pemimpin yang berbau rakyat. 

    Presiden kita Jokowi merupakan seorang pemimpin yang dikenal sangat sederhana dan merakyat, beliau sangat paham susah dan senang rakyat kecil sebab ia juga pernah berada di posisi itu, (https://hot.liputan6.com/read/3994825/7-bukti-kesederhanaan-jokowi-dari-jajan-kaki-lima-sampai-naik-transportasi-umum, Minggu, 21-11-2021, Pukul. 9:29 wit), ketegasannya dalam memimpin republik selama dua periode tidak ada tandingannya, ia dengan berani mengancam para kabinetnya untuk memecat siapa saja yang tidak serius bekerja, jadi walau sederhana dan merakyat ia sangat tegas dan gigi tekimbang Jenderal Bintang lima sekalipun, (https://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/25/ini-8-bukti-ketegasan-jokowi, Minggu, 21-11-2021, Pukul. 9:30 wit). 

    Kita tentunya amat merindukan dan membutuhkan sosok pemimpin seperti beliau yang bisa terintegrasi dengan pergumulan hidup rakyat kecil, dan ini sangat nampak sekali dari 17 kali kunjungannya ke Papua, (https://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/25/ini-8-bukti-ketegasan-jokowi, Minggu, 21-11-2021, Pukul. 9:32 wit) yang membuktikan kepedulian dan perhatiannya kepada rakyat Papua, namun mengapa persoalan HAM Papua belum terselesaikan hingga kini? Jadi walaupun seribu kali bapak Presiden dating di Papua dan selama itu pula kasus pelanggaran HAM di Papua belum teratasi, maka sepertinya dalam satu aspek yang paling hakiki dapat dikatakan bahwa 16 kali kunjungan Jokowi di Papua itu belum begitu optimal berefek.

    Selain Presiden yang ‘Dungu’, Gubernur, DPRP, MRP, dan jajaran pejabat lainnya seakan-akan tidak peka dengan kasus kemanusiaan yang terjadi di Papua. Kita sebut saja kasus kemanusiaan yang lagi viral di Intan Jaya, semua orang sudah tahu bahwa motif dari konflik tersebut ialah rencana konsensi tambang di Blok Wabu. Konflik ini berlansung dari 2019 hingga hari, namun belum ada respon sinigfikan dari para pemimpin Papua, terutama Gubernur. Belankamgam disinyalir bahwa Gubernurlah biang keroknya, (https://wagadei.com/2021/11/15/10718/, “Lukas Enembe Bertopeng Soeharto” Surat Ketua BEM FISIP UNCEN Untuk Gub. Papua, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 10:40 wit) sebab telah mendatangani surat ijin tambang Blok Wabu itu dengan Surat Gubernur Nomor: 540/11625/SET, Perihal: Rekomendasi Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUPK) kepada Direktur Utama Mining Industry Indonesia (MIND ID) di Jakarta, yang dikeluarkan pada tanggal 24 Juli 2020 dengan tembusan kepada ; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI di Jakarta, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara di Jakarta, Direktur Pengusahan Mineral dan Batubara di Jakarta, Majelis Rakyat Papua di Jayapura, dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua di Jayapura.

    Dengan demikian jelaslah siapa dalang di balik tragedi kemanusiaan di Intan Jaya yang semakin hari semakin brutal. Jadi sebenarnya binggun juga jika kita mau berharap agar pemimpin politik di tanah ini berpihak kepada rakyat, jalan satu-satunya ialah mengharapkan suara kenabian dari pimpinan Gereja, sehingga syukurlah sebab 194 imam di tanah Papua telah berusara untuk perdamaian di Papua, (https://jubi.co.id/194-imam-katolik-serukan-gencatan-senjata-di-papua/, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 10:43 wit). Bahkan Ketau Sinode baru yang terpilih, yaitu Pdt. Tilas Mom dalam sambutan perdananya telah menyeruhkan 6 sikap kegembalaan barunya, yakni singkatnya ialah pencabutan surat ijin Blok Wabu, Penarikan Pasukan Militer, dan memulai penyelesaian kasus Papua secara damai melalui sebuah Dialog Damai, (https://papuainside.com/enam-pernyataan-sikap-ketua-sinode-kingmi-papua-pdt-tilas-mom/, Minggu, 21-11-2021, Pukul. 9:40 wit). Dalam hal ini hanya para pemimpin Gereja Papua saja yang sanggup tampil sebaga Auki dalam perpestif falsafah Edouu.

    Omeii Sebagai Panggilan Menciptakan Papua Tanah Damai

    Semua sudah jelas sekarang masalah ada dan sarana untuk mencari solusi juga telah ada, yakni Dialog Damai antara Pihak Jakarta dan Papua atau Papua Jakarta yang dimediasikan oleh Dewan Independen asing (PBB) dan difasilitasi oleh Jaringan Doa Rekonsiliasi Untuk Pemulihan Papua (JDRP2) dan Jaringan Damai Papua)JDP). Syukur juga sebab Pangglima Jenderal TNI yang baru dilantik kemarin oleh Jokowi di Istana Negara, yakni Jenderal Andika Prakasa juga telah beriktihar untuk memgubah pola pendekatan resolusi konflik di Papua dengan menggunakan pendekatan yang lebih sosialis dan humanis, yakni Pendekatan Pembinaan Teritorial, (https://www.tribunnews.com/nasional/2021/11/10/polri-susun-formula-soal-rencana-andika-perkasa-ingin-selesaikan-konflik-papua-tanpa-peperangan, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 11:14 wit). Di sisi lain niat yang sama juga ditunjukkan oleh Pangdam Cenderawasi Papua, Mayjen Ignasius Yogo Triyono yang mendukung Dialog Damai sebaga resolusi konflik Papua seraya menyarankan Dialog Kesejateraan, sebab pihaknya sudah capek berperang meluluh (https://nasional.tempo.co/read/1528601/dukung-dialog-di-papua-pangdam-cendrawasih-kami-juga-capek-baku-tembak-terus, Sabtu, 20-11-2021. Pukul. 11:15 wit). Etiket baik dari pimpinan TNI-POLRI ini mesti mendapatkan respek poistif dari semua pihak yang merindukan perdamaian di Papua. Di sisi lain pihak TNPB-OPM melalui Juru Bicaranya, tuan Sebby Sembon juga menyatakan bahwa mereka hanya mau berdialog jika itu dimediasasikan atau ditengahi oleh PBB, (https://jubi.co.id/tpnpb-siap-gencatan-senjata-bila-pbb-mediasi-dialog/amp/, Sabtu, 20-112021. Pukul. 11:37 wit). Lantas mana yang terbaik atau paling kurang cukup relevan dengan karakter konteks konflik Papua? 

    Penulis sangat yakin tiga-tiganya tidak akan melahirkan Papua Tanah Damai atau malah memperhambat Papua tanah damai, sehingga penulis merekomendasikan agar mekanisme Dialog yang dilakukan di Papua ialah Mekanismen Dialog Damai yang telah dirintis oleh Pater Dr. Neles Kebadabi Tebai (alm), yakni Dialog Damai Jakarta-Papua atau Papua-Jakarta dengan melibatkan Jaringan Damai Papua dan Jakarta (JDP) dan Jaringan Doa Rekonsiliasi Untuk Pemulihan Papua (JDRP2) sebagai dua fasilitator kunci Dialog Damai menuju Indonesia Jaya dan Papua Tanah Damai.

    RefensiBobii Selpius. 2020. Bergulat Meuju Tanah Suci Papua. Wirewit Study Centre, JayapuraKira Biru. 2018. Bergerak Menjadi Papua. PT Kanisius, Jakarta.

    Penulis Siorus Degei, Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura-Papua

    Papua Religi
    Aleks Waine

    Aleks Waine

    Artikel Sebelumnya

    Hibah Lahan ke TNI di Bibida-Paniai: Warga...

    Artikel Berikutnya

    Lagi-lagi! Mahasiswa Meepago Minta Pemda...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Kodim Jayapura Dukung Pemerintah Kota Jayapura Apel Gelar Pasukan Keamanan Pilkada Serentak Tahun 2024
    A Celebration of Unity: TNI 323 and Nipuralome Villagers Commemorate Battalion Anniversary Together
    Building Bonds, Building Futures: TNI 323 and Ambobera Residents Unite in Service

    Ikuti Kami