Senin, 15 November 2021 Prajurit Stgas BKO Aparat Teritorial (Apter) Koramil Persiapan Bibida, Kabupaten Panilai, Provinsi Papua menerima hibah lahan dari warga Distirk Bibida, khususnya warga Kampung Dama-Dama untuk pembangunan Koramil persiapan. Atiket ini disponsori oleh Kepala Distrik Bibida, Yoris Zonggenau, Ketua Dewan Adat Paniai, Yosep Zonggenau, Kepala Suku Moni Kabupaten Paniai, Kepala Suku Distrik Bibida, seluruh tokoh dan warga Bibida.
Kepala Distrik Bibida, Yoris Zonggenau dalam sambutannya berharap agar dengan hadirnya Pos Koramil Persiapan, dampak posistif dapat dirasakan oleh warga masyarakat Bibida, khususnya warga Kampung Dama-Dama, “Dengan penyerahan lahan lokasi secara hibah ini, kami bersama warga masyarakat membuat keputusan dengan harapan TNI yang bertugas di Distrik Bibida pentingnya mengayomi, menlingdungi, menghormati, melayani, dan memberihkan arahan kepada masyarakat menuju hidup yang baik” Hal senada diucapkan juga oleh Yosep Zonggenau selaku, Ketua Dewan Adat Kabupaten Paniai, bahwa “Pembagunan Koramil Distrik Bibida harus memnuhi ketentuan tripika secara bersama-sama, yakni Kantor Distik, Kantor Koramil dan Kapolsek”, (https://papua.antaranews.com/berita/662857/warga-bibida-paniai-papua-hibah-lahan-bangunan-koramil-persiapan, Selasa, 16-11-2021. Pukul. 13:45 wit).
Hibah Lahan di Distrik Bibida-Paniai: Melukai Hati Korban Kekejaman Militer di Papua
Bupati Paniai, Mecky Nawipa, Kepala Distrik Bibida, Yoris Zonggenau, Ketua Dewan Adat Pania, Yosep Zonggenau dan semua pihak yang mendukung penghibaan lahan kepada TNI Senin kemarin merupakan boneka-boneka jail yang berhasil dilabui oleh kepicikan dan kelicikan TNI. Akal budi dan hati nurani orang-orang ini sepertinya sudah tertutup nilai rupiah. Mereka sepert orang buta, tuli, bisu, lumpuh, dan cacat terhadap prblematiak HAM di Papua selamai ini.
Mecky Nawipa sebagai Bupati Paniai terlihat sangat ‘dungu’ dengan memberihkan ruang pada para pembunuh saudara dan keluarganya di Intan Jaya, Ndugama, Kiwiork, Timika, Maybrat, dan Puncak Jaya. Apakah Bupati Mecky Nawipa, Yoris Zonggenau, Yosep Zonggenau, dan orang-orang ‘gila’ lainnya yang saat itu hadir dan mendukung tidak tahu, lupa ingatan, atau sakit jiwa bahwa Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia itu adalah dan akan selaluh merupakan pembunuh utama orang asli Papua, TNI-POLRI itu lebih berbahaya daripada HIV/AIDS, lebih ganas daripada Pandemik Covid-19, Miras, dan Narkotika.
Apakah warga Bibida yang adalah campuran Suku Mee-Migani “Sakit Jiwa Massal” sehingga lupa bahwa pembunuh anak Nopelius Sondegau (2thn), (https://suarapapua.com/2021/10/26/dua-anak-tertembak-dalam-kontak-tembak-tni-polri-dan-tpnpb-di-intan-jaya/, Selasa, 16-11-2021. Pukul. 13:59), pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Sanambani, https://mediatransformasi.com/2020/09/25/kronologis-tewasnya-pdt-yeremias-sanambani-ketua-sekolah-alkitab-dan-penterjemah-alkitab-bahasa-moni-distrik-hitadipa-intan-jaya-diduga-kuat-pelakunya-anggota-tni/, Selasa, 16-11-2021. Pukul. 13:47 wit), pembunuh Katekis Rufinus Tigau, (https://kumparan.com/bumi-papua/keuskupan-timika-ungkap-penembakan-seorang-katekis-di-intan-jaya-papua-1uTHnuf39TO, Selasa, 16-11-2021 wit), dan pembunuh Mama Agustina Ondou, (https://suarapapua.com/2021/11/09/breaking-news-seorang-mama-ditembak-di-kampung-mamba-intan-jaya/, Selasa, 16-11-2021. Pukul. 14:04 wit) adalah TNI-POLRI. Maka dengan menghibahkan lahan kepada TNI, secara tidak langsung hal itu menegaskan bahwa orang-orang Bibida, terutama kaum terpelajarnya adalah pendukung pihak pemubunh orang-orang baik di Intan Jaya, Ndugama, Kiwirok. Maybrat, dan wilayah konflik lainnya. Bahwa semua orang yang mendukung penghibaan lahan kepada TNI itu merupakan “Pembunuh-Pembunuh” keluaraganya sendiri di daerah konflik Papua. Orang-orang “Mee-Migani” di Bibida yang mendukung hibah lahan ke TNI adalah pembunuh Pendeta Yeremia Sanambani, Katekis Rufinus Tigau, Anak Nopelius Sondegau, dan Mama Agustina Ondou (21).
Sangat sukar diterima akal sehat dan hati nurani bahwa di tengah tsunami krisis kemansuaiaan di Papua dan gelombang pesat desakan penarikan militer baik organik, maupun non-organik dari Papua yang diglorifikasikan oleh seluruh elemen masyarakat Papua akibat kekejaman, kekejihan, kejahanan, dan kebrutalan TNI-POLRI dalam misi genosida dan ekosida Papua. Mecky Nawipa, Yoris Zonggenau, Yosep Zonggenau dan semua pendukung hibah lahan kepada TNI di Bibida-Paniai masih mau duduk bersama para pembunuh dan bersama-sama meminum darah warga sipil tak berdosa di Intan Jaya, Maybrat, Kiwirok, Ndugama, dan wilayah lainnya dengan memberihkan ruang eksistensi kepada “anjing-anjing gila pencilat bobrok elit dan investor logarkis” di Papua itu.
Bahwa kebijakan penghibaan lahan kepada piak TNI itu sangat mengiris hati para korban pelanggaran HAM di Papua, khsusnya di Intan Jaya, Ndugama, Kiwirok, Maybrat, Timika, Puncak Jaya, dan wilayah Papua lainnya. Sebagai kabupaten tentangga, apalagi mayoritas penduduk Distrik Bibida adalah warga campuran “Mee-Migani” maka sudah seyogianya mereka mengutuk kebiadaban TNI-POLRI yang menjadi pelaku utama terbunuhnya warga sipil dengan aksi menolak pembangunan koramil, Kpolsek, dan Pos aparat keamanan lainnya sebagai wujud solideritas dan protes kemanusiaan. Namun ini malah terbalik seratus derajat, mereka konsen mendukung pembangunan Koramil dan Polsek, sungguh teramat menyedihkan, aneh bin ajaib konsep akal sehat dan hati nurani orang-orang Bibida-Paniai, entah setan apa yang merasuki mereka.
Motif Hibah Lahan di Bibida-Paniai
Bila ditelisik secara saksama, maka motif rencana pembangunan Pos Koramil dan Polsek di Disrik Bibida, khususnya Kampung Dama-Dama itu ada beberpa motifnya;
Pertama, Mayoritas penduduk Bibida adalah campuran “Mee-Migani” sehingga pasti banyak orang Intan Jaya yang mengungsi ke krabat dan keluarganya di Bibida, sehingga TNI-POLRI dapat mengawasi sampai-sampai ada TNPB yang menyelinap sembari mencari suaka.
Kedua, Hibah lahan ini pun akan menjadi dalil kuat bagi TNI-POLRI untuk menepis gelombang desakan dari seluruh elemen masyarakat Papua dan lembaga-lembaga HAM besar yang menuntut segera ditariknya pasukan militer dari Papua. TNI-POLRI akan berdalil bahwa buktinya, orang asli Papua sendiri yang menghibahkan tanahnya untuk ditempati oleh TNI-POLRI, sehingga sangat tidak benar sekli jika orang asli Papua itu menolak eksistensi TNI-POLRI, itu hanya provokasi pihak-pihak yang tidak mau orang Papua hidup aman, nyaman, dan damai di bawah payung TNI-POLRI, seperti yang selama ini dilakukan oleh Benny Wenda, Veronica Koman, Elham, dan rakyat Papua lainnya.
Ketiga, Koramil dan Polsek Bibida akan dimanfaatkan oleh militer sebagai banteng untuk mengepung TNPB, mengkancing semua transaksi dalam bentuk apapun, dan mengekspansikan operasi rahasia dari Paniai menuju Intan Jaya. Mereka akan mematikan daya, gaya, dan ruang pergerakan TNPB dari Bibida.
Keempat, Bibida akan megalami banjir Militer, BIN, BAIS, Milisi, dan komplotan bersenjata lainnya. Bibida akan disterilkan dari informan-informan TNPB dan rutunitas para pangunsi akan dimotoring.
Kelima, jaringan Internet di Paniai telah membaik, sehingga dari Bibida orpesasi udara melalui drone akan digencarkan secara beransur-angsur. Sehingga semua titik pertahanan TNPB terungkap dan operasi besar-besaran akan dilecutkan dari semua arah mata angin, termasuk Bibida membombardir semua sendi pertahanan TNPB.
Baca juga:
Mang Udin: Soal Anies Baswedan
|
Keenam, hibah lahan sebagai strategi pecah-belah antara orang “Mee-Migani” di Bibida-Paniai dan orang “Migani Proto” di Intan Jaya. Akan muncul rumor-rumor provokatif ke telingan orang-orang asli Migani bahwa keluarganya di Bibida menghibahkan tanah kepada TNI-POLRI yang adalah pembunuh utama orang-orang tidak berdosa di Intan Jaya dan indicator utama terjadinya pengunsian massif, serta penderitaan berkepanjangan orang Migani di atas leluhurnya. Orang Bibida akan mendapatkan stigma sebagai “Yudas Iskariot” dari keluarganya sendiri di Intan Jaya dan wilayah konflik lainnya di Papua-Papua Barat, sebab mereka bersukacita bersama pembunuh di atas dukacita keluarganya di wilayah konflik.
Strategi Resolusif Atas Potensi Konflik Pasca-Pembangunan Koramil di Bibida
Enam point yang telah dipaparkan di atas selain sebagai realitas, juga hal tersebut merupakan peluang-peluang konsekuensi logis atas penghibaan lahan kepada TNI yang dilakukan tanpa pertimbangan-pertimbangan konjugtual kedepan, yang mana pontensi problematikanya akan tambah parah. Maka hemat penulis ada beberapa langkah resolusif yang dapat diperjuangkan oleh semua pihak.
Pertama, Bupati Kabupaten Paniai, Mecky Nawipa segera membatalkan rencana pembangunan Pos Koramil perisapan di Kampung Dama-Dama, Distrik Bibida. Bahwa semestinya Bupati membuka mata dan hati atas problematika HAM yang sedang terjadi di Papua, khsusnya di Intan Jaya akibat kebiadaban aparat keamanan yang membunuh satu Pendeta, satu Pewarta Katolik, membunuh seorang anak kecil, dan membunuh seorang ibu, dan dengan “perangai tikus basa” semudahnya meminta maaf.
Kedua, Mahasiswa Meepagoo mesti getol mengkampanyekan penolakan pembangunan Pos Koramil di Bibida, baik itu kampanye sosial maupun kampenye firtual, hingga pembangunan Pos Koramil persiapan batal.
Baca juga:
Harta Alam Melegalkan Kematian 'OAP'
|
Ketiga, demi mendukung rencana mulia Pangdam Cenderawasi yang dialog damai sebagai sarana penyelesaian konflik Papua, sebab pihaknya pun capek berperang meluluh, (https://nasional.tempo.co/read/1528601/dukung-dialog-di-papua-pangdam-cendrawasih-kami-juga-capek-baku-tembak-terus, Selasa, 16-11-2021. Pukul. 14:28 wit), semestinya pihak TNI tidak menambah trauma publik dengan rencana pembanguan Koramil di Bibida, melainkan sebaliknya mendukung etikat baik dari pimpinannya.
Keempat, daripada menghibahkan tanah kepada pelaku pelanggaran HAM di Papua, khususnya di Intan Jaya, sebagai keluarga sudah sepetutnya warga Bibida menghibahkan tanah-tanahnya juga permukiman-permukimannya kepada para korban pelanggaran HAM di Papua, khsusnya kepea rakyat Intan Jaya yang sedang menderita dalam pengungsian, sekali lagi jika orang-orang Bibida itu benar-benar orang “Mee-Migani” sejati sudah saatnya ia menolak rencana pembanguanan Koramil-Polsek, melainkan medesak pembanguan Posko Penggunasian bagi keluarganya bangsa Migani di Intan Jaya.
Kelima, sudah saatnya semua pihak mendukung dan mendorong terjadinya Dialog Damai antara Jakarta dan Papua, mumpung Pangdam Cenderawasi Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono lagi ‘waras’ mendukung dialog damai. Pangdam Cenderawasi Papua selain mesti juga memberihtahukan kepada pimipinan Polri Pusat dan TNI Pusat, khsusnya Jenderal Andika Prakasa yang hendak menyelesaikan konfli Papua tanpa peperangan dengan Pendekatan Pembinaan Teritorial bahwa selain Dialog Damai gagasan Pater Neles Tebai (alm) tidak ada konsep Dialog Damai yang lain yang terbaik bagi Papua Tanah Damai. Maka pihak keamanan dan pertahanan Indonesia, terlebih khsus Presiden Jokowiuntuk segera menunjuk dan menetapkan Jaringan Damai Papua (JDP) fasilitator Dialog Damai antara Jakarta-Papua atau Papua-Jakarta dengan dimediasikan oleh pihak ketiga yang otonom dan independen. Sehingga empat akar konflik yang telah ditemukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI, 2009) dan pelbagai persoalan HAM di Papua dapat diidentifikasi masalahnya dan dicari solusinya demi terciptanya “Papua Tanah Damai” di mana kepentingan semua pihak terpenuhi dan perdamaian semua orang.
Penulis, Siorus Degei - Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura-Jayapura