Selamat hari ini, Olvah yang ada di Jakarta sana. Tuhan Yesus Memberkati ko, Olvah, perempuan berdarah Portugis yang hebat, luar biasa, cantik, manis dan pintar berbahasa Inggris dan logat Jawa.
Olvah yang cantik, dan manis. Salam kenal dari saya, Soleman Itlay, anak kampung yang tinggal di kota Jayapura, Papua. "I Love You, Olvah". Sa suka sama perempuan Papua, yang percaya diri tingkat dewa seperti ko. Tapi sebenarnya "buta!"
Za suka ko karna ko mengaku orang Papua dan tinggal di Papua tapi logat kental deng Jawa dan tra sedikitpun yang ko kas tunjuk dialek Melayu-Papua situ. Za juga zuka karna ko pakai bahasa Inggris tapi kitong yang lain di Papua, terutama orang-orang tua di kampung dong tra tau artinya.
Ko bilang ke perempuan rambut lurus bercampur hatinya yang lurus dari LBHI, yang bicara HAM bagi orang Papua itu demikian, bahwa "orang yang harus bicara HAM di Papua, harus orang yang tinggal di Papua".
Sa tra tau e, kopu dosen waktu ko susun skripsi ajak ko untuk bantah data yang mengikuti instrumen penelitian dan pengumpulan data Sepertu itu atau tidak.
Mungkin kopu dosen ajar ko pake metodologi, yang meletakan kebenaran karena "orang yang tinggal di tempat kejadian" jadi ko hanya andalkan itu saja. Tapi sa percaya, itu tra mungkin terjadi atau dilakukan oleh seorang dosen yang waras.
Kitong lihat ko begitu percaya diri, sampai merendahkan apa yang dia bicara dengan data, juga dengan tingkat validitas tinggi, ko anggap sepele dan biasa-biasa saja. Olvah, sayang e, setelah nonton itu sa bingung sama ko: sebenarnya siapa yang didik dan ajar ko macam begitu?
Stelah mendengar ini, sa tra mo tanya apalagi salahkan kopu orang tua. Tapi sa mo tanya hanya terkait kopu sekolah atau tempat kursus bahasa Jawa (logat) dan bahasa Inggris.
Apakah kopu skolah ajar ko cara berpendapat seperti yang ko tunjukkan di Kompas TV? Apakah kopu tempat kursus bahasa Inggris ajarkan ko untuk bicara seperti itu? Apakah kopu guru dan dosen ajarkan ko bicara diatas awan-awan hampa?
Olvah, sayang ko baca ini baik-baik. Ko anggap sepele data yang dibicarakan oleh teman-teman LBHI itu dengan argumentasi yang ko kemukakan.
Ko bagus, cantik dan percaya diri, tapi sa yang orang kampung ini hanya mo bilang sama ko, bahwa data itu sudah tervalidasi dan terverifikasi. Juga telah mengikuti metodologi penelitian, investasi dan lainnya. Walaupun dong tinggal di Jakarta (bukan di Papua).
Mereka tau data mana yang harus diambil, dipakai dan dianalisis hingga dijadikan sebagai sebuah data. Karena dong tanya korban, wawancara mereka dan itu dapat diakui, dipercaya, diterima, dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan legal.
Siapapun dia, orang yang terpelajar dan berpendidikan tinggi, lebih mudah percaya teman perempuan dari LBHI daripada ko yang sesungguhnya menunjukkan kopu kepintaran atau sebenarnya kebodohan.
Profesor, intelektual, akademisi, peneliti dan jurnalis punya kaidah-kaidah tertentu. Kalo ada yang bertanya siapa yang percaya: "ko atau dia"? Orang siapapun dia, tra akan dukung kopu argumen hampa itu, sayang.
Karena itu, sa sebagai laki-laki Papua yang suka deng kopu percaya diri, malas tau dan melawan diskriminasi rasial di Iven nasional, merasa amat dan tidak wajar untuk ko bicara seperti "orang buta yang bermata baik".
Sa yang tra sekolah dan tra tau bahasa Inggris ini merasa malu dan sedih, ketika mendengar ko bicara bukan berdasarkan data, tetapi hanya deng modal pengamatan juga perasaan yang dicampur aduk dengan kertas di balik saku, ATM, buku rekening dan lainnya.
Olvah, bagi sa suaramu bukan suara Olvah yang sejati. Tapi suara kertas. Suaramu bukan suara perempuan tanah. Tapi suara Jakarta. Suaramu bukan suara perempuan Papua yang berwibawa. Tapi suara orang buta yang asing di mata leluhur, Australo Melanosoid.
Sa senang karna ko bawah nama Papua lewat Iven nasional. Semoga ko kas tunjuk ciri khas kepapuan yang tepat. Sebagai seorang wanita tanah yang ideal, yang memiliki harga diri dan martabat yang tidak mudah dibutakan deng apapun. Tapi sukses karna mempertahankan karakteristik kepapuannya.
Smoga ko sukses, sayang. Maju terus. Lawan diskriminasi rasial seperti yang ko bicara. Semoga ke depan ko semakin sukses dan bahagia karena menanamkan benih kejujuran dan kebenaran. Bukan kebohongan apalagi kepalsuan ulung.
Terimakasih untuk kaka Rosi yang hadirkan perempuan tanah untuk membuka hati dan pikiran kitong smua. Tuhan memberkati Kaka Rossi, karena caramu membuat Olvah yang cantik dan pintar itu sadarkan orang Papua agar bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar.
Salam damai Tuhan. Dari saya, Soleman Itlay, Olvah yang manis dan cantik. Nerop. Mi laipim yu, Lewa. Kalo ko bisa kawin sa, sa akan kawin ko (pikiran sesatmu). Baru sa akan luruskan itu di neraka.
NK Avicenna Bobii kalo ko mo kawin dia, juga kalo ada nomor kirim sapu surat cinta ini ke Olvah. Makasih. Olvah, ilopehyu. ❤️????